MY CALENDER ^_^

Minggu, 15 April 2012

ARTIKEL TENTANG KOMPRESI ALGORITMA




  1. Teknik Kompresi adalah teknik memadatkan data, sehingga data yang tadinya mempunyai kapasitas data yang besar menjadi kapasitas data yang lebih kecil
Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu sistem enkoding tertentu.

nContoh kompresi sederhana yang biasa kita lakukan misalnya adalah menyingkat kata-kata yang sering digunakan tapi sudah memiliki konvensi umumMisalnya: kata “yang” dikompres menjadi katayg”. 
Contoh sederhana : Menyingkat kata-kata yang
sudah memiliki pengertian umum. Misal : kata “dan
lain-lain” disingkat “dll”, “yang” disingkat “yg”, “dan
seterusnya” disingkat “dst”
nKompresi data menjadi sangat penting karena memperkecil kebutuhan penyimpanan data, mempercepat pengiriman data, memperkecil kebutuhan bandwidth.
jenis Kompresi yaitu :
- Dialoque Mode: yaitu proses penerimaan data dimana pengirim dan penerima seakan berdialog (real time), seperti pada contoh video conference.
• Dimana kompresi data harus berada dalam batas penglihatan dan pendengaran manusia. Waktu tunda (delay) tidak boleh lebih dari 150 ms, dimana 50 ms untuk proses kompresi dan dekompresi, 100 ms mentransmisikan data dalam jaringan.
- Retrieval Mode: yaitu proses penerimaan data tidak dilakukan secara real time 
• Dapat dilakukan fast forward dan fast rewind di client 
• Dapat dilakukan random access terhadap data dan dapat bersifat interaktif
- Lossy: 
> Beberapa struktur dokumennya akan mengalami error atau hilang dalam batasan toleransi manusia
Jangkauan kompresinya sangat tinggi. Contoh: video, gambar dan audio.
- Lossless:
> Ekplositasinya hanya pada data statistik (redudancy)
> Jangkauan kompresinya rendah
> Struktur dokumennya tidak mengalami error atau hilang apabila dilakukan dekompresi. contoh:program, data, medical imaging, dsb. 
- Lossy Compression  berdasarkan output
• Teknik kompresi dimana data hasil dekompresi tidak sama dengan data sebelum kompresi namun sudah “cukup” untuk digunakan. Contoh: Mp3, streaming media, JPEG, MPEG, dan WMA.
• Kelebihan: ukuran file lebih kecil dibanding lossless namun masih tetap memenuhi syarat untuk digunakan.
- Loseless
• Teknik kompresi dimana data hasil kompresi dapat didekompres lagi dan hasilnya tepat sama seperti data sebelum proses kompresi. Contoh aplikasi: ZIP, RAR, GZIP, 7-Zip
• Teknik ini digunakan jika dibutuhkan data setelah dikompresi harus dapat diekstrak/dekompres lagi tepat sama. Contoh pada data teks, data program/biner, beberapa image seperti GIF dan PNG
• Kadangkala ada data-data yang setelah dikompresi dengan teknik ini ukurannya menjadi lebih besar atau sama.
Run-Length-Encoding (RLE)
• Kompresi data teks dilakukan jika ada beberapa huruf yang sama yang ditampilkan berturut-turut:
• Mis: Data: ABCCCCCCCCDEFGGGG = 17 karakter
• RLE tipe 1 (min. 4 huruf sama) : ABC!8DEFG!4 = 11 karakter.
Beberapa elemen angka yang sama diwakilkan dengan satu buah elemen angka yang diberikan jumlahnya
• contoh: 111333322222211111  (1,3),(3,4),(2,6),(1,5) atau dengan contoh yang lain 10000001 dikompresi menjadi 10!61
> Best case: untuk RLE tipe 2 adalah ketika terdapat 127 karakter yang sama sehingga akan dikompres menjadi 2 byte saja.
> Worst case: untuk RLE tipe 2 adalah ketika terdapat 127 karakter yang berbeda semua, maka akan terdapat 1 byte tambahan sebagai tanda jumlah karakter yang tidak sama tersebut.
>Pattern Substitution
• Melakukan subtitusi kata-kata menjadi huruf maupun simbol
• contoh: This book is an exemplary example of a book…. 
This  1、is 2、an 3、of 4、a 5 book b*….
> Static Huffman Coding (SFC)
• Frekuensi karakter dari string yang akan dikompres dianalisa terlebih dahulu. Selanjutnya dibuat pohon huffman yang merupakan pohon biner dengan root awal yang diberi nilai 0 (sebelah kiri) atau 1 (sebelah kanan), sedangkan selanjutnya untuk dahan kiri selalu diberi nilai 1(kiri) - 0(kanan) dan di dahan kanan diberi nilai 0(kiri) – 1(kanan) 
• A bottom-up approach = frekuensi terkecil dikerjakan terlebih dahulu dan diletakkan ke dalam leaf (daun).
• Kemudian leaf-leaf akan dikombinasikan dan dijumlahkan probabilitasnya menjadi root diatasnya.
• Berdasarkan frekuensi kejadian pada karakter yang diberikan 
- A:13, B:4, C:7A1, B00, C01

A B C
11
24
24
A
11 13
4 7
B C
0
0
1
1

Mis: MAMA SAYA
• A = 4 -> 4/8 = 0.5
• M = 2 -> 2/8 = 0.25
• S = 1 -> 1/8 = 0.125
• Y = 1 -> 1/8 = 0.125
• Total = 8 karakter

p(YSM)=0.5 p(A)=0.5
p(YSMA)=1
0 1
p(Y)=0.125 p(S)=0.125
p(YS)=0.25 p(M)=0.25
1 0
1 0


Sehingga w(A) = 1, w(M) = 00, w(S) = 010, dan w(Y) = 011


> Shannon-Fano Algorithm
• Algoritma :
– Urutkan simbol berdasarkan frekuensi kemunculannya
– Bagi simbol menjadi 2 bagian secara rekursif, dengan jumlah yang kira-kira sama
pada kedua bagian, sampai tiap bagian hanya terdiri dari 1 simbol.
• Cara yang paling tepat untuk mengimplementasikan adalah dengan membuat binary tree.
> Adaptive Huffman Coding (AHC)
• Metode SHC mengharuskan diketahui terlebih dahulu frekuensi masing-masing karakter sebelum dilakukan proses pengkodean. Metode AHC merupakan pengembangan dari SHC dimana proses penghitungan frekuensi karakter dan pembuatan pohon Huffman dibuat secara dinamis pada saat membaca data. 
• Algoritma Huffman tepat bila dipergunakan pada informasi yang bersifat statis. Sedangkan untuk multimedia application, dimana data yang akan datang belum dapat dipastikan kedatangannya (audio dan video streaming), algoritma Adaptive Huffman dapat dipergunakan
• Metode SHC maupun AHC merupakan kompresi yang bersifat lossless.
• Dibuat oleh David A. Huffman dari MIT tahun 1952
• Huffman banyak dijadikan “back-end” pada algoritma lain, seperti Arithmetic Coding, aplikasi PKZIP, JPEG, dan MP3.
> Algoritma Lempel-Ziv-Welch (LZW) menggunakan teknik adaptif danberbasiskan “kamus” Pendahulu LZW adalah LZ77 dan LZ78 yang dikembangkan oleh Jacob Ziv dan Abraham Lempel pada tahun 1977 dan 1978. Terry Welch mengembangkan teknik tersebut pada tahun 1984. LZW banyak dipergunakan pada UNIX, GIF, V.42 untuk modem



> Kesimpulan
1. Metode SHC mengharuskan diketahui terlebih dahulu frekuensi masing-masing karakter sebelum dilakukan proses pengkodean. Metode AHC merupakan pengembangan dari SHC dimana proses penghitungan frekuensi karakter dan pembuatan pohon Huffman dibuat secara dinamis pada saat membaca data. 
2. Algoritma Huffman adalah salah satu algoritma yang merupakan prinsip algoritma Greedy dalam menyusun pohon Huffman.
3. Winrar adalah program kompresi terbaik yang berfungsi untuk mengubah ukuran file menjadi lebuh kecil.
> Referensi
1. ilmukomputer.com
2. www.muchad.com
3. www.scribd.com








Rabu, 11 April 2012


MULTIMEDIA TASK PART 3
T      1. Jelaskan tentang Frekuensi, Amplitudo, Veloticy?
Answer :
Ø  Frekuensi adalah Banyaknya periode dalam1 detik
– Satuan: Hertz (Hz) ataucycles per second (cps)
– Panjang gelombang suara (wavelength) dirumuskan= c/f
–Dimana c = kecepatan rambat bunyi
–Dimana f = frekuensi
Ø  Amplitudo adalah Keras lemahnya bunyi atau tinggi rendahnya gelombang.
– Satuan amplitudo adalah decibel (db)
• Bunyi mulai dapat merusak telinga jika tingkat volumenya lebih besar dari 85 dB dan pada ukuran 130 dB akan mampu membuat hancur gendang telinga
            -jarak antara puncak gelombang bunyi dan titik rata-rata
            -simpangan terbesar pada suatu getaran, dihitung diri titik keseimbangan.
Ø  Velocity adalah Kecepatan perambatan gelombang bunyi sampai ketelinga pendengar.
• Satuan yang digunakan: m/s
• Pada udara kering dengan suhu 20 °C (68 °F)m kecepatan rambat suara sekitar 343 m/s.

2.      Apa yang dimaksud dengan ”sampling”?
Answer :  sampling adalah proses mengubah amplitude gelombang bunyi ke dalam waktu interval tertentu, sehingga menghasilkan representasi digital suara.a

3.      Jelaskan fungsi kerja dari ADC dan DAC ?
Answer :
Ø  Fungsi kerja ADC :
• Adalah proses mengubah amplitudo gelombang bunyi kedalam waktu interval tertentu (disebut juga sampling), sehingga menghasilkan representasi digital dari suara.
Sampling rate : beberapa gelombang yang diambil dalam satu detik.
Ø  Fungsi kerja DAC :
Proses mengubah digital audio menjadi sinyal analog.
• DAC hanya menerima sinyal digital Pulse Code Modulation (PCM).
PCM adalah representasi digital dari sinyal analog,dimana gelombang disample secara beraturan berdasarkan interval waktu tertentu, kemudian akan diubah ke biner. Proses pengubahan ke biner disebut Quantisasi.
• PCM ditemukan oleh insinyur dari Inggris, bernama Alec Revees pada tahun1937.
Contoh DAC adalah: soundcard, CDPlayer, IPod, mp3player.

4.      Jelaskan yang dimaksud dengan Digitalization dalam sinyal video ?
Answer : Dalam aplikasi multimedia sinyal video harus diubah ke dalam bentuk digital agar dapat disimpan dalam memory komputer dan dapat dilakukan pengeditan.
- Sampling rate: mencari nilai resolusi horisontal, vertikal, frame rate untuk disample.
- Quantization: melakukan pengubahan sampling sinyal analog ke digital.
- Digitalisasi warna video: semakin banyak warna yang diwakilkan, maka semakin baik resolusi warnanya dan ukuran kapasitasnya juga makin besar.
Dalam sistem TV digital proses digitasi ketiga komponen warna dilakukan sebelum ditransmisikan.
􀂃 proses pengeditan dan operasi lain dapat dilakukan dengan cepat
􀂃 dibutuhkan resolusi yang sama untuk ketiga sinyal  
5.      Jelaskan yang dimaksud dengan Interlaced dan Progressive Scan!
Answer : Interlaced adalah metode untuk menampilkan image/gambar dalam rasterscanned display divice seperti CRT televise analog yang ditampilkan bergantian antara garis ganjil dan genap secara cepat untuk setiap frame. 
Refersh rate yang disarankan untuk metode interlaced adalah 50-80 Hz.
Interlace digunakan di sistem televisi analog:
a.      PAL (50 fields per second, 625 lines, even field drawn first)
b.      SECAM (50 fields per second, 625 lines)
c.       NTSC (59.94 fields per second, 525 lines, even field drawn first)
Progressive Scan adalah metode untuk menampilkan, menyimpan, dan memancarkan gambar dimana setiap baris untuk setiap frame digambar secara berurutan.
Biasanya digunakan pada CRT monitor computer
Video digital memiliki keuntungan:
- Interaktif
Video digital disimpan dalam media penyimpanan random contohnya magnetic/optical disk. Sedangkan video analog menggunakan tempat penyimpanan sekuensial, contohnya magnetic disc/kaset video.
Video digital dapat memberikan respon waktu yang cepat dalam mengakses bagian manapun dari video.
- Mudah dalam proses edit
- Kualitas: sinyal analog dari video analog akan mengalami penurunan kualitas secara perlahan karena adanya pengaruh kondisi atmosfer.
Sedangkan video digital kualitasnya dapat diturunkan menggunakan teknik kompresi.
-    Transmisi dan distribusi mudah karena dengan proses kompresi, maka video digital dapat disimpan dalam CD, ditampilkan pada web, dan ditransmisikan melalui jaringan.

PERUBAHAN YANG SIGNIFIKAN MASYARAKAT BERUBAH AKIBAT PENGGUNAAN MULTIMEDIA


Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg efefyang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet. Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat kabar pertama. Setelah revolusi industri dan teknologi, listrik yang memacu energi pabrik dan transportasi, melandasi muncul dan berkembangnya radio, film, dan televisi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan teknologi informasi yang multimedia seperti jaringan internet.
Sejak tahun 1964 komunikasi massa telah mencapai publik dunia secara langsung dan serentak. Melalui satelit komunikasi sekarang ini kita dimungkinkan untuk menyampaikan informasi (pesan) berupa data, gambar, maupun suara kepada jutaan manusia di seluruh dunia secara serentak. Perkembangan teknologi komunikasi/informasi yang bergerak cepat membawa kita menuju era masyarakat informasi, dimana hampir segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh keberadaan media yang semakin jauh memasuki ruang kehidupan manusia.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan baca tulis, selanjutnya ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media massa. Artinya media memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan manusia.
Sejauh mana dampak media terhadap khalayaknya memang masih menjadi bahan perdebatan. Elisabeth Noelle-Neumann adalah salah satu sarjana yang menganut konsep efek perkasa media massa. Ia menyebutkan bahwa media massa bersifat ubiquity, artinya serba ada. Media massa mampu mendominasi lingkungan informasi dan berada di mana-mana. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit orang menghindari pesan media massa. Sementara Richard T. La Pierre berpendapat bahwa media massa baru akan benar-benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil menjalin kedekatan dengan khalayaknya.
Untuk itu diperlukan pendekatan lain dalam melihat efek (dampak) media massa. Selain berkaitan dengan pesan dan media itu sendiri, menurut Steven M. Chaffee, pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Mahasiswa sebagai bagian dari kalangan muda dan terpelajar pada umumnya dianggap memiliki akses terhadap media lebih banyak dibandingkan masyarakat biasa. Berbagai studi juga berkesimpulan bahwa secara umum orang berpendidikan lebih banyak menggunakan media, meskipun ada variasi untuk media tertentu. Penggunaan koran berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, demikian pula dengan majalah dan buku. Meskipun demikian, tingkat pendidikan ternyata tidak banyak berhubungan dengan pemilihan media elektronik atau media siaran.
Namun harus diakui bahwa budaya minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, apalagi buku lebih mahal dibandingkan media jenis lainnya. Media elektronik lebih dekat dengan masyarakat kita, tak terkecuali mahasiswa, yang menyebabkan pengaruhnya jauh lebih besar dibandingkan media cetak.
Fakta yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa khalayak tidaklah pasif. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya (uses and gratification).
Penulis melakukan wawancara dengan sepuluh orang mahasiswa yang merupakan teman-teman yang penulis sendiri untuk melihat bagaimana pengaruh media terhadap mereka.

  • EFEK KEHADIRAN MEDIA MASSA

McLuhan mengatakan bahwa “Media adalah pesan itu sendiri”, yang dimaksud adalah apa yang disampaikan media kepada masyarakat ternyata lebih dari apa yang akan diterima masyarakat itu jika mereka berkomunikasi tanpa media. Artinya adanya materi cetak lebih penting dari kandungan maksud yang disampaikannya, dan keberadaan televisi lebih penting daripada apa yang ditayangkannya.
Kita tidak harus setuju dengan McLuhan, misalnya bahwa isi pesan tidak sepenting media itu sendiri, namun kita sepakat tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffee menyebut lima hal: 1) Efek ekonomis, 2) efek sosial, 3) efek pada penjadwalan kegiatan, 4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan 5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek ekonomi sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha. Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi social akibat kehadiran media massa.
Efek ketiga, penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, terjadi terutama dengan kehadiran televisi. Kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film. Gejala ini disebut oleh Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televise; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.
Dua efek lainnya yaitu, hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikan.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.
Efek kehadiran media massa secara fisik pada kalangan mahasiswa yang paling menarik adalah efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari. Kehadiran televisi sangat dominan mengubah jadwal kegiatan sehari-hari mereka seperti waktu bermain, tidur membaca, atau kegiatan lainnya.
Hampir seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai lebih memilih menonton televisi ketimbang membaca buku. Dari sepuluh orang yang diwawancarai, hanya satu orang saja yang seimbang membagi waktu antara membaca buku dan menonton televisi. Waktu untuk membaca buku kadang-kadang terganggu oleh hadirnya acara yang menarik di televisi.
Jadwal tidur pun tergantung pada kehadiran acara tertentu di televisi. Seorang mahasiswa mengaku baru tidur pada dini hari karena acara tertentu hanya disiarkan selepas tengah malam. Sementara mahasiswa lain mengubah jadwal bangun tidurnya menjadi lebih pagi untuk menonton news pagi atau infotainment. Pada jam-jam tertentu seperti pukul 20.00 sampai dengan 22.00, kebanyakan mereka berada di dalam rumah untuk menonton acara (prime time) yang memang mendapat rating tinggi.
Tiga dari sepuluh mahasiswa bekerja di luar jam kuliah. Namun waktu yang dua di antara mereka habiskan untuk menonton televisi juga tidak berbeda jauh dari mereka yang tidak bekerja. Artinya mereka meluangkan waktu untuk menonton televisi dan mengurangi waktu mereka untuk kegiatan lainnya.
Efek alihan juga tidak hanya terjadi pada televisi saja. Seorang responden lebih banyak menghabiskan waktu menonton DVD selama berjam-jam pada malam hari sehingga waktu tidurnya berkurang banyak. Dampak yang terjadi adalah terlambat masuk kuliah atau tidak masuk karena kelelahan. Waktu untuk kegiatan lainnya pun praktis berkurang banyak, seperti tak ada waktu untuk membaca buku, belajar, sampai mengerjakan tugas kuliah. Kecanggihan teknologi multimedia juga mampu membuat seseorang merelakan waktu bermainnya. Seorang responden yang memiliki kegiatan berorganisasi di luar jam kuliah ternyata juga tidak mengurangi waktunya untuk menonton televisi. Selain menonton televisi, ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku atau browsing di internet. Akibatnya ia tidak memiliki cukup waktu untuk bermain atau bersantai.
Dari sepuluh mahasiswa hanya dua orang yang tidak banyak mengalami efek kehadiran media massa secara fisik. Satu orang memiliki pekerjaan di luar jam kuliah, sementara seorang lagi mengaku lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat karena jarak antara kampus dan rumahnya cukup jauh.
Efek kehadiran media selanjutnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa ia membaca buku sebelum tidur untuk membantunya lebih mudah mengantuk. Ia tidak mempersoalkan isi pesan yang terkandung di dalam buku atau majalah yang ia baca selama itu bisa membantunya tidur.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Tujuh orang mahasiswa memiliki perasaan positif pada televisi, sementara tiga lainnya menyatakan kecintaannya dalam menonton televisi dimana seorang di antara mereka bahkan menghabiskan waktu 12 jam sehari untuk menonton televisi. Hanya tiga orang yang memiliki perasaan yang sama terhadap buku, terutama buku-buku pengembangan diri, agama, dan komik. Dalam setahun kesepuluh orang mahasiswa hanya membeli rata-rata 5 buku dalam setahun. Di antara mereka hanya dua orang yang membeli di atas sepuluh buku dalam setahun, diantaranya termasuk komik. Komik adalah jenis media cetak yang paling dekat dengan mahasiswa yang penulis wawancarai dibandingkan jenis media cetak lainnya. Sementara seorang mahasiswa lebih memilih media cetak seperti majalah dan surat kabar yang menurutnya lebih dekat dengan kehidupannya sehari-hari.

  • EFEK KOGNITIF MEDIA MASSA

Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi.
Wilbur Schramm (1997:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.” Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna.
Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau realitas tangan-kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip. Para kritikus social memandang media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti sampai di situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya.
Dampak media massa – kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu – telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Di sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita (McCombs danShaw, 1974:1). Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”, tetapi mempengaruhi “what to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Selain terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Ini disebut efek prososial kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat.
Media massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau waktu yang tidak kita alami secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap realitas yang hendak ditampilkan, sehingga dampaknya adalah menimbulkan perubahan kognitif tertentu di antara individu-individu khalayaknya.
Hampir seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai mengkonsumsi media sebagai hiburan. Fungsi informatif media terutama televisi hanya menempati posisi kedua. Sementara pengetahuan serta wawasan yang didapat dianggap sebagai “bonus” dari menonton televisi. Enam dari sepuluh orang memasukkan news sebagai salah satu acara yang ditonton setiap hari, selebihnya adalah acara hiburan seperti infotainment, musik, komedi, film, film kartun dan reality show. Seorang mahasiswa menyebutkan bahwa ia juga menonton acara talk show selain news dan hiburan.
Acara news dan talk show membantu mahasiswa untuk mengenali permasalahan atau peristiwa yang tengah terjadi di dunia atau minimal di dalam negeri. Enam orang rutin mengikuti acara news di televisi, sementara dua di antaranya juga aktif membaca surat kabar. Efek terhadap kognisi dari enam mahasiswa ini dapat diamati dari cara pandang mereka terhadap sesuatu. Dua orang yang membaca surat kabar serta menonton news di televisi relatif memiliki wawasan yang lebih luas di antara yang lainnya. Informasi yang disajikan televisi, khususnya saluran televisi berita terbukti berguna bagi dua orang yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Sesuai dengan teori agenda setting, media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Penonton berita memiliki pengetahuan dan ketertarikan yang sama tentang suatu persoalan yang sedang ditampilkan oleh media massa. Demikian pula yang terjadi pada pemirsa infotainment, bahan pembicaraan mereka berkisar seputar artis yang sedang gencar ditampilkan di acara infotainment.
Media massa memilih informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk persepsinya tentang berbagai peristiwa. Dampaknya mahasiswa yang memilih media televisi memperoleh informasi secara tidak lengkap, karena media siaran merupakan media penyampai informasi yang handal namun bukan media penafsir informasi yang baik. Prinsip agenda setting semakin mengerucutkan informasi apa saja yang diterima dan mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh khalayak. Informasi yang telah diseleksi dan tidak lengkap menimbulkan persepsi yang hampir seragam pada mahasiswa yang menonton televisi, yang terkadang keliru. Pengetahuan yang mereka perolehpun hanya sebatas permukaan bila dibandingkan responden yang mengkonsumsi media cetak seperti majalah, surat kabar atau buku.
Acara televisi dewasa ini lebih banyak diisi oleh acara-acara hiburan serta sinetron yang banyak menampilkan kehidupan glamor dan kemewahan yang kontras dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dampaknya, khalayak mendapatkan gambaran versi media mengenai apa itu kebahagiaan. Mereka yang tergantung pada media seperti televisi cenderung menganggap informasi yang didapatnya dari media sebagai sebuah kebenaran, akibatnya mereka rentan terhadap terpaan pesan yang memiliki muatan tertentu. Penonton sinetron atau infotainment cenderung berorientasi pada materi atau gaya hidup yang mengikuti trend. Mahasiswa penonton sinetron dan infotainment yang penulis amati, sebagian memiliki kecenderungan seperti itu. Prioritas mereka dalam hidup, misalnya, antara lain hendak memenuhi kebutuhan mereka akan gaya hidup yang menurut mereka ‘modern’. Sementara bagi yang lainnya, juga pemirsa televisi, ketika ditanya mengenai prioritas hidup mereka berniat membangun usaha untuk masa depan (walaupun dalam bahasa yang berbeda, namun memiliki orientasi yang sama).
Efek negatif lain dari media televisi adalah merusak kesabaran masyarakat bagi tumbuhnya masyarakat demokratis. Acara maupun iklannya, karena keterbatasan waktu, sering melukiskan ditemukannya berbagai solusi dengan begitu cepat dan gampang. Hampir semua mengaku bahwa tujuan utama mereka berkuliah adalah untuk mendapatkan pekerjaan kelak, bukan mendapatkan ilmu. Informasi ini lebih mendominasi dibandingkan bahwa keahlian dan ilmu jauh lebih berguna ketimbang gelar. Akibatnya banyak mahasiswa yang menganggap mata kuliahnya sebatas hafalan wajib atau dengan kata lain tidak cukup bermanfaat untuk didalami. Di sini kita temukan adanya indikasi pemikiran serba instan, atau kurangnya penghargaan terhadap kerja keras.
Efek kognitif pada penonton DVD pada tiap orang berbeda, dan lebih sulit diukur. Tidak seperti media televisi yang demokratis, dalam arti dapat dinikmati khalayak dari berbagai kalangan, DVD dikonsumsi berdasarkan kebutuhan (Uses and Gratifications) oleh khalayak yang lebih terbatas. Seorang mahasiswa penonton DVD yang penulis temui ‘meninggalkan’ media-media lainnya dan hanya terfokus pada media yang satu ini. Sebagai seorang mahasiswa, pilihannya pada media DVD untuk memenuhi kebutuhannya membentuk persepsi bahwa dunia tidak seserius yang dibayangkan seorang pemerhati acara news dan talk show misalnya. Cara pandangnya terhadap perkuliahan pun hanya sekedar proses mencari gelar yang akan mempermudahnya mencari pekerjaan kelak. Sisi positifnya, film-film yang ditontonnya (sebagian besar film populer remaja) memberikan informasi mengenai tata cara pergaulan dan bagaimana cara mengatasi persoalan dalam kehidupan. Sisi negatifnya selain yang telah disebutkan di atas adalah prioritasnya dalam hidup tak lebih dari mendapatkan kesenangan atau kemudahan dalam hidup.
Sementara pembaca buku lebih unggul dalam mengumpulkan informasi yang ia terima dibandingkan media massa lainnya. Seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai bukan termasuk pembaca buku kelas berat. Rata-rata buku yang dibaca adalah novel dan komik. Pada urutan selanjutnya adalah buku-buku populer serta buku pengembangan diri. Buku-buku ilmiah atau pengetahuan hanya dibaca ketika tugas kuliah mengharuskan mereka melakukannya. Informasi yang bersifat menghibur dari novel dan komik dapat menumbuhkan imajinasi pada seseorang. Imajinasi dapat mendorong seseorang untuk berpikir kreatif atau sebaliknya, menjadi pengkhayal.

  • EFEK AFEKTIF MEDIA MASSA

Baron (1979); Fishbein and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975 (dalam Baron, 1979) mendefinisikan sikap sebagai kesatuan perasaan (feelings), keyakinan (beliefs), dan kecenderungan berperilaku (behavior tendencies) terhadap orang lain, kelompok, faham, dan objek-objek yang relatif menetap.
Ada tiga komponen sikap yaitu (1) afektif (affective), yang didalamnya termasuk perasaan suka tidak suka terhadap suatu objek atau orang; (2) kognitif, termasuk keyakinan tentang objek atau orang tersebut ; dan (3) perilaku, yaitu kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum
  1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang berkenaan dengan faktor personal).
  2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
  3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
  4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
  5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149).
Artinya semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang (Asch, 1952:563-564).
Singkatnya, sikap ditentukan oleh citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber informasi yang paling penting adalah media massa.
Para peneliti kebanyakan tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang dapat menjelaskan dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.
Efek afektif media tentu saja ada, jika tidak demikian maka tidak ada gunanya segala upaya publik relation yang banyak dilakukan oleh politikus atau pengusaha di media. Media televisi punya dampak yang besar pada afeksi khalayaknya. Lewat televisi khalayak merasa terlibat secara emosional dengan tokoh yang ditampilkan. Contoh yang terbaru adalah gencarnya pemberitaan media tentang Obama, membuat khalayak yang paling tidak berkepentingan pun ikut gembira dengan kemenangannya. Demikian yang terjadi pada beberapa mahasiswa yang penulis temui. Namun seseorang yang memiliki informasi atau pengetahuan yang lebih luas tidak akan serta merta terpengaruh oleh realitas buatan media. Seorang mahasiswa yang termasuk kategori ini bahkan skeptis dan cenderung sinis dengan euphoria kemenangan Obama. Baginya kebijakan AS tak mungkin berbeda jauh siapapun pemenangnya. Sebaliknya beberapa responden juga menyatakan ketidakpeduliannya karena hal tersebut kurang menarik perhatian mereka bukan karena informasi atau pengetahuan mereka lebih baik.
Seperti yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak tidaklah seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam satu kelompok mahasiswa, penulis mendapatkan fakta-fakta yang jauh berbeda dan berlawanan.
Dalam studi komprehensifnya mengenai dampak media massa, Joseph T. Kappler melaporkan bahwa orang-orang mencari hiburan acapkali karena mereka ingin melepaskan tekanan emosinya dari beratnya kehidupan sehari-hari. Mereka ingin menentramkan perasaan dengan cara membaca komik, menonton film bioskop, serta menikmati acara hiburan di radio dan televisi. Di samping itu, hiburan juga berfungsi sebagai elemen penting kehidupan yang baik, bahkan juga bisa berfungsi sebagai simbol status. Paling tidak, hiburan membantu seseorang merasa gembira. Responden yang merupakan pembaca komik lebih memiliki sense of humor yang lebih tinggi.
Komik hiburan, novel, maupun film atau kartun, mampu mempengaruhi emosi (afeksi) pembaca atau penontonnya dengan lebih baik dari berita di surat kabar atau televisi. Mahasiswa yang memanfaatkan media sebagai hiburan, memiliki imajinasi atau daya khayal yang cukup tinggi. Prioritas hidup mereka juga lebih variatif, dan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan emosional (afeksi) mereka. Seorang mahasiswa yang merupakan pembaca buku, komik, suratkabar sekaligus pemirsa televisi, mempunyai cita-cita untuk melakukan perbaikan sosial terutama dimulai dari kalangan remaja. Kebetulan ia adalah seorang aktivis organisasi remaja muslim. Kepeduliannya pada kondisi remaja sekarang ini dipengaruhi oleh informasi yang ia peroleh dari media, sementara komik maupun novel tertentu turut mendukung sikap kritisnya terhadap kejahatan, masalah sosial, memperteguh harapan dan kedermawanan, sekaligus menebalkan semangat kerja kerasnya. Film kartun dan komik jepang yang banyak beredar sekarang ini memang banyak menyuguhkan khayalan serta kekerasan, namun di sisi lain mengandung pesan yang berhubungan dengan nilai-nilai kerja keras, kebaikan, semangat menolong orang lain, dan pesan moral bahwa kejahatan selalu kalah pada akhirnya. Sisi negatifnya, komik dan film kartun tidak membantu para mahasiswa untuk berpikir rasional, sebaliknya menciptakan pemikiran yang lebih emosional.

  • EFEK BEHAVIORAL MEDIA MASSA

Perilaku meliputi bidang yang luas, dalam kaitannya dengan tema makalah ini yang kita pilih ialah efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek prososial behavioral).
Efek prososial media massa dapat dijelaskan oleh teori Belajar Sosial dari Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorangtertentu atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat mempraktekkan perilaku itu dalm kehidupannya.
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. Selain pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai penentu dalam pemilihan apa yang akan diperhatikan dan diteladani adalah: karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan pengalaman masa lalu.
Setelah pengamatan, proses selanjutnya adalah penyimpanan hasil pengamatan dalam pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang diberikan. Kemudian pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan kembali perilaku teladan atau tindakan yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu penghargaan atau motivasi. Inilah yang disebut proses motivasional.
Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana kita mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati berperilaku mengikuti trend yang ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis dalam sinetron, penggunaan produk-produk yang ditampilkan oleh iklan, sampai cara mengemukakan pendapat ala mahasiswa yang identik dengan demonstrasi dan membakar ban di jalan raya.
News, talkshow, sampai parodi politik mendorong pemirsanya bersikap kritis dan reaktif terhadap kebijakan pemerintah maupun kondisi sosial yang ada. Mahasiswa belajar dari tayangan-tayangan televisi tersebut bagaimana cara menghadapi permasalahan sosial maupun politik. Persoalannya memang tidak semua mahasiswa pemirsa tayangan televisi seperti news atau talkshow politik yang akan berperilaku kritis atau radikal seperti demonstrasi maupun bergabung dengan gerakan kiri misalnya. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan memanggil kembali saat mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi. Motivasi bergantung pada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong seseorang bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self-reinforcement). Jadi, contoh untuk berdemonstrasi di televisi atau suratkabar baru berhasil bila ada iklim yang memungkinkannya, misalnya bila orang lain tidak mencemooh atau mau menghargai tindakan kita.
Seseorang juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila ia melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status dan sebagainya). Tetapi melihat orang lain melihat orang lain mendapat gamjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani akan membantu terjadinya proses reproduksi motorik.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan melakukan demonstrasi bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi masyarakat.